Selasa, 22 Juni 2010

KURMA MESIR

Allahu Akbar
Allahu Akbar
Allahu Akbar
La ilaha illallahu Allahu Akbar
Allahu Akbar
Wa lillahilham

Takbir telah menggema ke seluruh penjuru kota. Kian benderang dengan lampu-lampu hias, kian ramai dengan langkah-langkah kaki dan deru kendaraan, kian ceria dengan tawa dan canda. Malam Idul fitri telah tiba. Momen paling istimewa bagi umat muslim di seluruh dunia. Malam ini malam yang syahdu. Syahdu bersenandung tasbih semerdu suara tahmid, sejernih lautan tahlil, seindah alunan takbir.
Terasa nyaman sekali aku tidur teriring gema takbir. Merdu sekali... tapi tiba-tiba kemerduan berubah menjadi menakutkan saat suara takbir berganti menjadi jerit kemarahan Ummi.
“Elli!!!! Bangun!!! Ini malam hari raya! Bukannya bantu-bantu atau kemana gitu malah tidur kamu itu! Ayo bangun! Itu temani masmu beli kurma!”
Ah... malas sekali rasanya. Kuabaikan teriakan ummi dan merapatkan selimut. Ternyata, itu memancing kemarahan Abi.
“Eh, ayo bangun! Bangun! Abi ambilkan air kamu nanti!”
Seketika aku menyibak selimut dan segera terduduk.
“Ampun bi! Ampun... iya, iya Elli bangun bi!”
“Cepet! Itu masmu udah nunggu lo El!”
Aku nyelonong ke kamar mandi untuk cuci muka dan kembali ke kamar untuk membalut wajahku dengan balutan jilbab baruku. Uh, cantik juga aku pakai jilbab baru. Lama aku bergaya di depan kaca. Masku terheran di depan pintu...
“Kamu ngapain sih dek? Udah, nggak usah ngaca lagi, kamu udah cantik kok!”
“Hwehehehe... cantik ya?”
“Iya iya, udah cepetan! Mas masih banyak kerjaan lain setelah beli kurma!”
“Iya masku sayang... mas sih, pulang dari Mesir nggak sekalian bawa kurma! Jadi kita nggak perlu beli kurma lagi!”
“Bilang aja kamu nggak perlu bangun buat nemenin mas!”
“Ya.. itu juga sih alasannya... Hwehehehe...”
“Ye... ya udah, ayo berangkat!”
“Ayo!”
Meski sudah dibasuh dengan air, mataku tetap saja berat dan ingin dipejamkan. Diatas motorpun rasanya aku ingin tidur. Kusandarkan saja kepalaku di punggung mas.
“Eh, dek! Jangan tidur! Nanti kalo kamu jatoh aku tinggal lo!”
“Tinggal aja! Aku hafal jalan pulang kok! Lagian, kalau mas mau ninggal aku, siapa yang nunjukin tokonya? Emang mas udah tau? Udah 5 thun mas di Mesir, mana tahu jalan-jalan yang usah berubah!”
“Eh, iya! Hehehe...”
Takbir menggema di mana-mana. Tidak hanya di masjid, tapi tak sedikit pula yang melakukan takbir keliling. Ada rombongan yang berjalan kaki, ada pula yang bertakbir di atas mobil pick up. Suasananya semakin meramaikan kota.
“Dek, ini belok kiri apa kanan?”
“kanan!”
Masku membelokkan motor ke arah kanan. Dan beberapa meter kemudian, sampailah kami di toko kurma terbesar di kota ini. Masku langsung memesan 5 kotak kurma Mesir. Setelah membayar pada kasir, kami langsung keluar. Aku hanya mengekor saja di belakang masku. Ah... Ngantuk rasanya!
“Ayo dek!”
“Iya... cepetan kak, aku mau tidur lagi!”
“Nggak boleh, habis ini kamu harus bantuin mas natain ruang tamu sama natain kue-kue lebaran!”
“Huuh...”
Sampai di depan pintu toko, mataku berhadapan dengan stasiun. Lalu, kulihat sosok yang aku kenal.
“Bu Ima?”
“Hah? Bu Ima siapa? Mana?” tanya masku heran.
“Itu! Di stasiun! Yang berdiri! Dia tetangganya temenku!” jawabku.
“Hah? Ngapain malam-malam kaya’ gini di stasiun. Apa sedang nunggu kerabatnya?”
“Dia pasti nunggu anaknya yang pulang dari Mesir.”jawabku lagi.
“Mesir? Siapa namanya? Mungkin mas kenal!”
“Nggak mungkin! Anaknya udah meninggal 5 tahun yang lalu dalam kecelakaan pesawat. Tepat saat mau pulang ke Indonesia.”
“Heh? Terus ibu itu?”
“Ibu Ima tidak bisa menerima kenyataan. Dia tidak pernah mempercayai bahwa anaknya udah meninggal dan... setiap malam Idul Fitri, ibu Ima selalu nunggu di stasiun... kasian... penantiannya hanyalah penantian yang sia-sia...”
“Jadi, selama 5 tahun ini, Ibu Ima selalu bersedih karena penantiannya sia-sia? Padahal seluruh umat muslim yang lain bergembira...”
“Ya.. gimana lagi?”
“Ng... nama anaknya siapa?”
“Zaky! Napa?”
Masku malah tersenyum dan tiba-tiba melangkah, tapi anehnya tidak menuju motor. Tetapi malah menyeberang jalan. Aku heran dibuatnya.
“Mas! Mau kemana?”
“Berbagi bahagia!” jawabnya yang membuat tambah misterius saja.
Aku mengikutinya. Ternyata masku berjalan ke arah stasiun dan menghampiri Bu Ima. Masku mulai berbicara dengan bu Ima.
“Assalamu’alaikum bu, maaf saya Doni bu, temennya Zaky di Mesir. Saya baru pulang dari Mesir, bu. Apakah ibu ini benar Ibu Ima? Ibunda Zaky?”
“M... Benar nak, ada apa? Apa ada kabar dari Zaky? Ibu dari tadi menunggunya disini, tapi kok dia tidak pulang-pulang... Ah, Zaky memang anak yang kurang ajar, awas nanti kalau pulang akan Ibu pukuli dia!”
“Ah, jangan bu! Jangan dipukul si Zaky, tolong maafkan dia bu. Saya kesini membawa pesan dari Zaky, katanya Lebaran ini, Zaky masih belum bisa pulang. Dan Zaky ingin, saya menyampaikan permohonan maaf Zaky pada Ibu. Dan Zaky titip pesan pada saya.”
Ibu Ima menghela nafas. Aku jadi bingung dengan bualan masku. Maunya apa sih ni anak? Pakai bo’ong segala... Cari muka ni? aku sikut tangannya, tapi dia malah menyuruhku diam. Uh! Sebel! Tapi... terlepas dari itu, aku melihat perubahan di raut wajah bu Ima. Dia tampak berbinar-binar.
“Benarkah nak? Sudah lama Zaky tidak memberi kabar... pesan apa gerangan yang ingin di sampaikan pada Ibu nak Doni?”
“M... Zaky dengar kabar dari para kerabat kalau setiap malam Idul Fitri, Ibu selalu menunggu Zaky di sini. Zaky jadi iba, padahal belum tentu Zaky bisa pulang. Zaky memikul banyak tanggung jawab bu... jadi, Zaky meminta kepada saya agar menyampaikan pada ibu, bahwa Ibu tidak usah lagi menunggu Zaky di stasiun saat malam Idul Fitri.. dan..”
Masku mengambil 2 kotak kurma Mesir yang tadi kami beli. Lalu masku membual lagi.
“Zaky menitipkan ini pada saya...” katanya sambil memberikan kurma itu pada bu Ima.
“Apa ini nak?” Tanya bu Ima.
“Itu kurma Mesir bu... Zaky telah membelinya dengan hasil keringatnya sendiri, dan dipersembahkan untuk ibu...”
Hah??? Aku heran sendiri. Ada apa dengan masku? Itu kan kurma kita? Kok dikasihin sama bu Ima sih? Aku injak saja kakinya. Tapi lagi-lagi dia menyuruhku diam. Aku cemberut dan bu Ima menangis.
“Nak... hiks, baru kali ini... hiks, Zaky membelikan Ibu kurma Mesir... hiks!”
“Ya... Zaky itu anak yang baik bu, sebaiknya sekarang Ibu pulang dan mempersiapkan untuk hari raya besok. Semoga saja, Zaky bisa cepat pulang ya bu... saya pulang dulu... Assalamu’alaikum...” kata masku.
Lalu masku melangkah pergi. Aku menguntit di belakangnya. Beberapa langkah, bu Ima memanggil dan berteriak.
“Nak! Terimakasih! Tolong sampaikan pada Zaky, Ibu menyayanginya!”
Masku mengangguk dan tersenyum. Aku melipat tangan dan menggeleng-gelengkan kepalaku. Lalu masku melanjutkan langkah kembali ke toko. Aku mengejarnya. Begitu sampai di depan pintu toko. Aku menghentikan langkah masku.
“Mas! Mas ngapain sih tadi? Cari muka?”
“Mas hanya ingin berbagi kebahagiaan dengan bu Ima! Kamu liat kan, tadi bu Ima jadi seneng?”
“Iya, bu Ima emang seneng, bahkan aku nggak pernah liat bu Ima seseneng itu. Tapi... kenapa mas musti menyembunyikan kebenaran?”
“Yang diinginkan bu Ima bukan kebenaran, tapi harapan! Mas tidak ingin melihat ibu Ima selalu menunggu anaknya setiap malam idul fitri. Dan.. mas pikir tidak ada yang bisa melarang bu Ima selain Zaky, makanya mas bo’ong sama bu Ima dengan mengatakan kalau larangan itu adalah pesan dari Zaky...”
“Terus... kurmanya?”Protesku.
“kan mas udah bilang, mas mau berbagi kebahagiaan. Kamu liat kan, hanya dengan 2 kotak kurma, bu Ima jadi girang!”
“Kurmanya kan jadi tinggal 3!” aku protes lagi.
“Ya sekarang mas mau beli lagi 2!” Kata masku.
“Huuh! Dasar pembual! Semua yang mas katakan tak lebih dari bualan!” olokku pada masku.
“Dan satu-satunya kebenaran yang mas katakan adalah, mas baru pulang dari Mesir!”
“Hwahahahah” kami berdua tertawa.
Kami masuk kembali ke toko dan membeli 2 kotak kurma Mesir lagi. Aku mulai berfikir, betapa anehnya kakakku. Doni gila kakak dari Elli yang lebih gila... ya... entahlah!
Begitu kami keluar, kami tak menemukan sosok bu Ima lagi. Aku hanya tersenyum.
“Dasar mas gila!”
  

Takbir menggema lagi. Pagi telah tiba. Idul fitri semakin meriah. Suara petasan di mana-mana. Membuatku marah-marah.
“I..h! siapa sih nyalain petasan?! Awas kalau ketemu aku jadiin opor!”teriakku.
“Emang kamu bisa masak?” ledek kakakku. Aku manyun dan segera kembali ke kamar. Tepat saat itu, Handphoneku berdering.
“Halo? Claire?” tanyaku.
“Li! Minal Aidin wal Faizin ya...”terdengar suara dari seberang.
“Iya, sama-sama Claire...Minal Aidin wal faizin juga...”
“Eh, li, ada berita baru! Kamu inget Ibu Ima yang aku tunjukin ke kamu dulu?”
“Iya! Kenapa?” tanyaku heran.
“Bu Ima berubah total! Kalau hari raya yang lalu dia nutup pintu rumahnya rapat-rapat, tahun ini dia malah keliling ke rumah-rumah tetangga sambil bagi-bagi’in kurma gitu!”
“Hah? Terus... bu Ima bilang apa?”
“M... dia bilang sesuatu yang aneh dan aku yakin dia bo’ong... dia bilang kurma itu dari anaknya! Mas Zaky! Nggak mungkin banget kan? Orangnya aja udah meninggal!”
Aku tersenyum. “M... bukan bu Ima yang bo’ong, tapi masku...”
“Hah?” Claire heran. klik! Kuputuskan sambungan. Kubiarkan Claire terheran-heran.
“Masku emang gila! Tapi dia membuat perubahan besar pada bu Ima! Cuma gara-gara kurma Mesir! Hwahahaha!”
Everything in the heaven has been created by Allah. He is the khaliq. The Creator. If you look around you, you can see the beautiful about Allah has created. Sometimes, you can hear the winds expressing Allah. Can you hear them?




 SEKIAN 

,Yang merindukan bahana takbir,
Yang tertidur teriring bahana itu,
Yang terbawa suasana Idul Fitri
Indana Zulfa Sari.....

Minggu, 06 Juni 2010

Nikmat Sembahyang

Selaksa embun maha sejuk
Menetes, membasah kalbu
Mendalam hingga ke lubuk
Ketika nafasku atas Nama-Mu
Tegak kudirikan sembahyangku
Di atas lima penjuru waktu
Menghadap, menyerah atas segala pilu
Segala haru biru, lenyap segala nafsu

Tersujud kening menyentuh bumi-Mu
Tangis tak habis tersapu
Bersenandung sejuta lagu
Tentang-Mu…
Allah-ku..
Hanya diri-Mu…

Meraja dan begitu berkuasa
Menyemikan hasrat sufi
Dalam hati hina dina ini
Dengan itikad baik
Langkah kaki diatas kuat iman
Dengan itikad baik
Ucap lisan menjaga Islam
Dengan itikad baik
Berlari menjauh dari jahanam
Dengan itikad baik
Menyongsong Darussalam


----------------------------------
the poem above the line was written long ago when I was in my earlier year on junior high school.
well, you can see how pure I was back then.
and now?
I'm so disgusting full of trash *nangiskejer*
Gapapa, ini lagi otw tobat kok.

Untuk Gaza

Seluncur kemilau putih
Membelah langit bersih
Mega mendung menyisih
Untuk kemudian berbuih
Meledak ! merusak !
Oleh bom langit terserak
Gaza tersedak
Awal pekat malam sesak
Kusimak tanpa lalai
Senandung menyayat
Jeritan rakyat
Meluas merata
Ke penjuru tanah juang intifada
Gemuruh jatuh
Langit ke tujuh
Buatku membeku
Lidah kelu
Menancap pada titik waktu
Bersiap menyerbu tanpa ragu
Alirkan darah ke setiap batu
Ketahuilah !
Meski kutiup awan kelabu
Kutemui semua hantu
Namun riwayat maha sendu
Tak beranjak dari Gaza malam itu