Senin, 14 Oktober 2013

THE ORPHANAGE AND THE UNLUCKY KIDS




It was my second time visiting an orphanage. The first one I did with my PASKIB friends. It was at Anggun’s birthday. We gave them some of our stuff. I haven’t really got the feeling that day. Because it was in my hometown. I was still in home with my precious family and I didn’t know the feeling of being far from them.
So the second was so much special. Cause it’s far away from my hometown. It’s around 3 kilometers from my recent campus. When I first came to the orphanage, there was a cute little girl. She was around 3 or 4 years old. I smiled brightly to her and she smiled shy. I ask for her name and she answered “Farhain”. Such a beautiful name. I gave her my candy and she becomes so close to me suddenly. I pull her up and bring her with me along the rundown. It reminds me so much of my own little brother in my own home.
Generally but I think it means all of them are kind kids. They’re so welcome when I arrive there with my folks. They all have very nice ethical appearance. They’re clean and neat. Far from my previous mindset that said if this City’s kids are bad.
In my opinion, they’re just luckily unlucky.
ORIGAMI
If I can turn back time until I’m in my eighth year school, I will say so much thanks to Mita for giving me very very beneficial tutorial in making origami. At so much time after that, somehow they always bring their own miracle. These origamis did. Once again, it was happened today, five years after I can make my first origami. The kyeoptas I always talk about with Sasa just come to me and friendly asking about how to make the origami. I gave them the tutorial happily of course. I praised them who can make it successfully, and I bullied them who failed. These kinds of things really help me in making interaction with them.
CANDY
There was other thing helping my interaction, it’s the small marshmallow or we used to call it ‘candy’. It helped me much about the kids in the orphanage, and helping bullied by those namjas -_-“. The last one is not something I was planed.



Jumat, 04 Oktober 2013

KRITIK UNTUK PERTANIAN ORGANIK


“Kita harus terapkan itu pertanian organik. Tidak usah kita memberikan bahan-bahan kimia seperti pupuk dan pestisida bahan kimia. Merusak kesehatan saja. Kita himbau agar semua petani-petani menerapkan pertanian organic.” Seorang ahli pertanian berkata dalam sebuah forum internasional.
“Hei bung, apa maksud anda berkata begitu?” seorang ahli pertanian dari Indonesia menyeruak, bersuara.
“Bukankah dengan pertanian organik itu, maka produksi tanaman yang dihasilkan akan menurun? Seperti yang kita tahu, tanpa pupuk-pupuk kimia dan pestisida maka produktivitas tanaman akan rendah.”
“Benar. “
“Lalu, apakah anda tidak melihat keadaan manusia-manusia di Afrika dan beberapa Negara tertinggal lainnya? Termasuk juga sebagian Negara Negara Asia?”
“Hm?”
“Anda tahu betapa tandusnya Benua Afrika? Betapa tanah tandus tidak dapat menghasilkan bahan pangan yang dapat mencukupi hajat hidup mereka! Selama ini saudara-saudara hidup dari pasokan bahan makanan yang kita ekspor kepada. Dan itupun masih belum cukup. Fakta menyatakan bahwa masih banyak terjadi kasus kelaparan. Bagaimana mungkin kita berani membuat produktivitas bahan pangan menurun dengan menerapkan pertanian organik, sementara saudara-saudara kita bergantung kepada kita untuk sekedar makan? Pertanian organic hanya cocok untuk kalangan mampu, sedangkan di lain sisi, sistem ini membunuh saudara-saudara kita yang lain.”
Demikian cerita yang disampaikan Bapak Dosen Mata Kuliah Pengantar Ilmu Pertanian di depan kelas. Beliau bercerita dengan penuh semangatnya seakan memutar kembali memori waktu kejadian itu terjadi. Ya, ahli pertanian dari Indonesia itu tak lain dan tak bukan adalah sang Dosen. Tak akan ada yang tahu kalau beliau merupakan seorang ahli pertanian jika tak ada teman-teman yang bertanya mengenai pertanian. Karena jawaban beliau selalu luar biasa memuaskan. Jawaban-jawaban ini kebanyakan didasarkan pada pengalaman beliau saat hadir dalam berbagai seminar internasional, saat beliau terlibat dalam kebijakan pertanian di pemerintahan pusat, pun saat beliau menyelesaikan program doktoralnya di Amerika. Masih dua kali pertemuan kami dengannya –karena begitu sibuknya beliau, seringkali dosen penggantilah yang memberikan materi- tanpa beliau memperkenalkan diri maupun menampilkan CV, kami tahu bahwa beliau adalah asset berharga bangsa ini.
Jika ditanya, “Apa pendapatmu mengenai pertanian organik?” bisa dipastikan sebagian besar kita akan menjawab mantap “Saya mendukung pertanian organik. Karena pertanian ini sangat menghindari penggunaan bahan kimia jadi baik untuk kesehatan manusia dan lingkungan.” Ataupun jawaban-jawaban senada lainnya.
Jika ditilik dari sisi kesehatan pangan saja, tak ada yang salah dari anggapan positif mengenai pertanian organik. Akupun berpendapat demikian selama bertahun-tahun lamanya. Bahkan mulai dari Sekolah Dasar dimana aku pertama kali mengerti tentang konsep pertanian organik. Jika sekarang aku mengingat pemikiranku dahulu, aku merasa cupet tiba-tiba. Betapa sempitnya isi kepalaku waktu itu. Betapa terbatasnya ruang pandangku selama ini.
Kemudian aku teringat saat masih menjalani matrikulasi. Mata pelajaran yang dijatahkan ke kelasku adalah Kimia Umum. Aku ingat saat Dosen sesi UAS menyampaikan pada kami pendapatnya mengenai pupuk-pupuk kimia. Aku baru paham bahwa beliau ini rupa-rupanya salah seorang kritisi pertanian organik. Seperti yang dipelajari, tumbuhan memerlukan zat Natrium (Na) dan Magnesium (Mg) untuk bisa tumbuh dan berkembang. Kebutuhan Na dan Mg yang tidak bisa dipenuhi oleh tanah, kemudian disuplai dengan pemberian pupuk. Pupuk kandang mengandung Na, begitupun pupuk kimiapun isinya juga Na. Dosen Kimia itu berkata, “Dimana-mana yang namanya Natrium itu ya natrium saja. Rumus Na ya tetap Na. saya agak meragukan pendukung pertanian organic yang mengatakan bahwa pupuk kimia itu tidak lebih baik dari yang alami. Toh yang alami menyuplai Natrium, pupuk kimiapun juga berupa Natrium.”
Begitulah, informasi kecil yang ingin saya bagi.
Pertanian organik sekarang mulai banyak dikembangkan bahkan oleh bangsa kita. Memang mutunya jika ditinjau dari kesehatan adalah sangat baik. Namun produktivitas sangat rendah bahkan bisa berkurang lebih dari setengah hasil produksi yang dengan penggunaan bahan kimia. Dan harga bahan pangan organikpun tiga kali lebih tinggi dari bahan pangan biasa. Jika demikian, bagaimana rakyat miskin bisa makan? Akankah produktivitas rendah dan harga yang tinggi ini mampu memberi makan bermilyar-milyar masyarakat dunia?
Logikanya, tidak.